Wednesday, April 26, 2006

skenario rindu [i]

katakan kepadaku bahwa gerimis akan berhenti menyirami taman impian yang tumbuh di kepala kita. burungburung berkicau riang memecah kesunyian pagi yang tetap saja diam, tersebab awan hitam merambat di sebagian wajah matahari. tempat kita bertemu saat musim semi masih sendiri. rindu: katakanlah bahwa aku akan bertemu dengan sekumpulan angin yang siap memeluk kesunyian. berbagi cinta kepadaku yang menantikan sebuah keajaiban. sementara keinginan selalu saja lindap di hatinya tanpa bisa aku raih walau ratusan malam telah terlampaui bersama jalanjalan sunyi. di samping pemakaman rasa sayang yang hilang di telan bumi. dan taman impian itu, tak pernah lagi tumbuh di kepala. sebelum singgah sejenak dalam ruasruas hati yang telah membeku, tersenyumlah ketika rindu kita digiring pada sebuah pertikaian yang siap menghancurkan sebuah dinding penghalang pada episode perjumpaan. kasihku, inilah skenario rindu yang pernah dijanjikan. dalam pertemuan ke tiga di awal bulan november setahun lalu. kau dan aku berjanji akan bersama membelah lautan dan kita bangun sebuah taman impian. kasihku, semua tak lagi tumbuh seperti keinginan itu. kita hanya ingin menjadi nyata. ini adalah skenario rindu, karena kita tak pernah paham dengan sebuah perjanjian.

bekasi, 190306

skenario rindu [ii]

selalu kau sentuh rindu di antara malam yang pendar di hati, di tepi jalan, di bawah pohonan, tempat kita merangkai kata dalam puisi yang semakin tua. sayangku, katakanlah kepada bunga yang pernah tumbuh di hatimu, bahwa aku hanya sebuah patung sebagai penjaga arca cinta yang kita pahat dalam ukiran sunyi malam itu. entah kebohongan apa lagi yang membuat taman kita enggan untuk bersemi. biar musim terus berganti, kau dan aku tak pernah bisa bercocok tanam, atau sekedar menyemai cinta dalam setiap jengkal keinginan yang kita satukan bersama. sayangku, katakanlah kepada bunga yang pernah tumbuh di hatimu, bahwa hanya aku, lelaki yang pernah menjadi arca batu, dalam geriap cinta yang bergulir di dinding kamar, di atas atap, di bawah ranjang, dan di setiap kamar yang dindingnya berwarna merah. jangan kau katakan: aku tak sempat bertemu sebuah senyum dalam janjimu. malam minggu hanya sebatas hari yang berlalu. semua hilang dan hanya sekedar menyapa waktu yang terus saja melompat meninggalkan arca batu, itu adalah aku. sayangku, katakanlah kepada bungabunga yang pernah tumbuh di hatimu: arca batu itu kini tak lagi ragu untuk membawamu pergi. bersama cinta yang kita pahat dalam ukiran sunyi malam itu.

bekasi, 190306


skenario rindu [iii]

lewat hati aku menatap langit di atas kepala. melihat sebuah kejujuran, dalam penantian, dan rindu, tentu saja tetap ada di situ. lalu langit tertutup awan menghitam, sehitam kisah yang pernah kau ceritakan. sejujurnya jangan kau katakan semua itu jika hanya untuk menepis rindu yang terus saja mencumbu hatimu. jika kau mampu untuk mengerti tentang ketulusan itu. aku pun akan tetap berharap suatu hari nanti kita bertemu. lalu diskusikan kembali sebuah ketulusan yang pernah terlintas dalam pesan elektronik di ponselmu. bila rasa rindu menyatukan seberkas rasa di hati, dan menyatukan janji yang terekam di kepala. aku akan membawamu ke sini, pada sebuah rumah mungil yang diwariskan alam kepadaku, dan kita akan memulainya dengan lukisan. sebuah halaman yang dipenuhi celoteh anakanak kecil.

bekasi, 190306

skenario rindu [iv]

bersama hujan yang turun pagi ini aku berbisik di layar komputer. berkisah tentang resah yang selalu saja singgah. menahan keinginan dalam sebuah perjumpaan. seperti menahan bom waktu. sesekali meledakledak dan melepaskan pecahanpecahan mortir rasa sayang. berkepingkeping dan berserakan di setiap detik jam yang berputar meninggalkan kita. ini bukan hayalan lelaki dungu dalam dongeng atau sinetron melankolis yang bertaburan setiap hari di televisi. sebatas kejujuran dalam hati, dan aku tak akan pernah lagi memendam keinginan untuk membuktikan bahwa taman impian yang kita lukis di kepala suatu saat akan bersemi. tentu saja saat itu hujan turun membasahi setiap helai rindu yang mulai tumbuh dan menghijau.

bekasi, 230306

skenario rindu [v]

kita pernah satukan nafas yang terengah pada sebuah daun dan rerimbun pohonan akasia di sebuah hutan, gelapgulita saat kita mengucapkan sebuah kata dalam janji. ah, itu hanya hayalan dan sebuah lukisan mimpi yang pernah kita gores dalam keinginan dan harapan yang tak pernah terwujud. senyummu beku saat udara dingin memeluk kita di sebuah rumah mungil tempat kita menyemai sunyi. dan kita tak pernah menduga, kesunyian itu tumbuh begitu suburnya memenuhi halaman, bahkan dinding rumah kita di penuhi guguran sunyi yang telah mengering. lalu kita memungutnya satupersatu, dan mengumpulkannya dalam sebuah keranjang yang pernah kita anyam dalam keheningan: ini adalah sisa cinta kita, sayangku. airmata kita meluncur begitu deras saat perpisahan menyiksa pertemuan yang belum pernah terjadi. dan kita selalu saja menghujani hari dengan katakata dalam rangkaian puisi rindu. hingga nafas kita samasama beku.

bekasi, 120406

aku ingin melupakanmu

kita harus berpisah selepas tengah malam dan melupakan beberapa bagian cerita yang pernah ada agar kita samasama tahu dan mengerti bahwa khilaf akan selalu ada setiap waktu. aku pernah melakukan itu beberapa waktu yang lalu, sebuah kesalahan, meluncur deras dalam hening malam sebulan yang lalu, kubenamkan peluh rindu ini pada tangis yang bersemi di matamu, dan aku tetap saja tak pernah tahu, selalu ingin membuatmu menangis, padahal telah lama aku ingin melupakanmu.

bekasi, 240406