Thursday, October 27, 2005

duduk di samping ibu saat malam di kota kian dungu

duduk di samping ibu, saat malam di kota kian dungu
sendiri menatap bibir memerah gincu
merah norak, seperti raut wajah yang menua di gerus waktu
ah, ternyata harapan yang ada di hati tak seindah
bayangbayang mimpi seorang ibu

saat kaki sudah tak mampu lagi melangkah
mencoba mengukur waktu yang terlewati
di serambi mengucap janji, walau semuanya telah basi
ya, bau busuk sesangit menusuk
membuncah dari tumpukan janji
terlupakan di titik jiwa yang menanti
:ternyata harapan tak sesuai kenyataan

lalu apa yang diberi ibu saat payudaranya
pernah memberi hidup pada setiap anak yang terlahir
mengucurkan susu murni dari tubuh ringkih yang kian kisut
hingga terbentuk tubuhtubuh mungil yang kini semakin besar
melewati jejak langkah ibu

garisgaris horizontal di wajah ibu jadi saksi
betapa waktu membuatnya semakin malu dan bisu
dalam detikdetik yang mengalir di darahnya
hanya mampu berdoa
"nak, jadilah dirimu manusia yang selalu bersyukur"

duduk di samping ibu, saat malam di kota kian dungu
membayangi hidup yang semakin kusut, entah apa jadinya jika maut menjemput
ibu, di sini semuanya tak seindah mimpi

senja di jakarta, 27 oktober 2005

0 Comments:

Post a Comment

<< Home