Monday, January 22, 2007

mengingatmu adalah kesunyian yang jatuh

terlewat jarak sejauh waktu yang jatuh
melepas sejuta kenangan serapuh gaduh
ranting pun gemertak patah ketika mengingatmu
mengguncang separuh jiwa yang kosong karena ngilu
ketika jejak langkah menyatukan separuh jiwa itu
lalu membumikan yang tak pernah dimengerti bersamamu

“maka perpisahan yang tercampur dalam irama katakata
semakin jauh kita lepaskan dari tubuh kesendirian”

dan detikdetik jam mengeluh lelah
setiap berputar melawan arah
melepas penat karena payah
menyatukan jarak yang tak pernah sudah
maka pergilah segala sumpah segala seranah

lihatlah, malam ini angin malas berhembus
udara yang turun begitu dingin menembus rusuk
merasuk lewat sebaris kata yang pernah kita susun bersama
saat malam gelapgulita

(kau dan aku membangun cinta lewat suara
dari makna dari gemuruh dalam dada
dan resah setiap senja
yang pernah kita pandang bersama)

di teras belakang kerik jangkrik terdengar sirik
memanggil bintang memanggil rembulan yang terusik
mungkin bisa disatukan dalam sebuah ikatan
tempat berlabuhnya sebatang malam setengah diam
dan berbaris menatap semua kerinduan yang demam
karena dendam paling dalam pada kesunyian

setiap hari, bahkan waktu yang terlewati
kau titipkan sebuah keterpurukan rasa sayang ini
yang pernah memberi warnawarni
pada awan silut senja dan dawai mimpi
yang tercipta lewat sebatang ingatan sepi

(mungkin hanya cukup sebuah ketaksengajaan,
tapi memang harus diakui
semua yang terjadi hanya mampir
untuk sekedar memberi salam lalu pulang)

jakarta, 040107terlewat jarak sejauh waktu yang jatuh
melepas sejuta kenangan serapuh gaduh
ranting pun gemertak patah ketika mengingatmu
mengguncang separuh jiwa yang kosong karena ngilu
ketika jejak langkah menyatukan separuh jiwa itu
lalu membumikan yang tak pernah dimengerti bersamamu

“maka perpisahan yang tercampur dalam irama katakata
semakin jauh kita lepaskan dari tubuh kesendirian”

dan detikdetik jam mengeluh lelah
setiap berputar melawan arah
melepas penat karena payah
menyatukan jarak yang tak pernah sudah
maka pergilah segala sumpah segala seranah

lihatlah, malam ini angin malas berhembus
udara yang turun begitu dingin menembus rusuk
merasuk lewat sebaris kata yang pernah kita susun bersama
saat malam gelapgulita

(kau dan aku membangun cinta lewat suara
dari makna dari gemuruh dalam dada
dan resah setiap senja
yang pernah kita pandang bersama)

di teras belakang kerik jangkrik terdengar sirik
memanggil bintang memanggil rembulan yang terusik
mungkin bisa disatukan dalam sebuah ikatan
tempat berlabuhnya sebatang malam setengah diam
dan berbaris menatap semua kerinduan yang demam
karena dendam paling dalam pada kesunyian

setiap hari, bahkan waktu yang terlewati
kau titipkan sebuah keterpurukan rasa sayang ini
yang pernah memberi warnawarni
pada awan silut senja dan dawai mimpi
yang tercipta lewat sebatang ingatan sepi

(mungkin hanya cukup sebuah ketaksengajaan,
tapi memang harus diakui
semua yang terjadi hanya mampir
untuk sekedar memberi salam lalu pulang)

jakarta, 040107

Tuesday, August 22, 2006

senandung khalidah

pada senja yang mengantar bayangmu
ke persinggahanku yang terasing
tanpa sepatah kata bibir ini jadi kelu
ketika itu kita sempat bercerita tentang camar di laut bisu
yang membawa sebilah rindu
pada kepak sayapnya yang tegas
bergegas kemasi sunyi di ujung waktu yang ringkas
saat senyummu mencumbu
aliran darahmuda yang telah muncak
dan aku terus saja menatap gambarmu
pada selingkar kenangan
yang kau kirimkan lewat waktu di musim lalu

kita selalu diskusikan setumpuk masalah
walau tiada terungkap sepanjang malam
entah berapa jam terlewat tanpa kesimpulan
sederet angka dan agenda sesungguhnya telah tersusun
menumpuk dalam dada dan ingatan
hingga segumpal darah di dada ini tak pernah mampu
menahan degup rindu
yang bergerak pada dua kutub
saat aku semakin takjub
kepadamu
karena aku tak pernah ingin memburu bayangbayang
dan akhirnya menipu

“aku lebih senang mengucap tutur
bercerita kesungguhan yang ada
tanpa membungkusnya dalam
sekam yang bergumam”

semua terlihat bagai sebuah kegampangan
padahal katakata yang mengalir
terkadang hanya lewat dan mampir sebentar di telinga
lalu melompat di antara ingatan
sedangkan itu tak mungkin aku lakukan jika hanya sekedar
melepas janji untuk sebuah pertengkaran

(aku lelaki yang telah kau tujah tepat di dasar hati, melewati batas di antara aral, hingga degup rindu selalu mengibas layar yang telah dikembang)

sepertinya luka yang kau kisahkan dulu
telah membendung cerita lewat airmata
dan temukan kesedihan tiada terkira
bagai dencing pahat yang terlumat
dalam episode hidup
yang tak pernah tersambut
di rahim malam
saat kita samasama diam

mungkin kisah ini selalu sama
saat aku melakukan kesalahan
maka sekelebat kesalahan pun akan mampir
di persinggahanmu

“ini bukan takdir dari jibril, atau malaikat apapun namanya
tapi memang kita harus samasama mangkir
dari kesalahan yang sama
agar tak pernah terlahir
sebuah dendam paling nyinyir”

sesungguhnya aku tak pernah ingin
menyaksikan seribu malam menelan kita
mendekap gundah saat bicara
hingga cipta kegelapan tak terkira
yang teramat kelam kita rasakan
karena semua ini
akhirnya hanya siasia belaka
jika sebuah kisah tak pernah terselesaikan

maka acuhkan saja setiap janji yang ditawarkan
dari hati yang kau sendiri belum mengerti maknanya
dan biarkanlah jiwa kita menyatu
dalam ingatan yang kita pikul bersama
hingga jelma sebuah harapan
pada taman seindah eden

‘ketika senja mampir di rumahmu
dengan seikat janji dan sekeranjang cinta
yang telah terkumpul sejak awal pertemuan itu
maka di sanalah puisi kita jadi nyata”


ah, kau pasti tahu, cinta tak akan menebarkan aroma
sewangi parfum yang dijajakan di emperan toko
atau pusat perbelanjaan, tapi cinta ini,
menawarkan kebahagian sewangi parfum bagai kasturi

sesedih apapun dunia yang terlukis di kepala kita
bukan hanya menjalani malam yang selalu gelap
dan sekejam kelam
tanpa sinar menerangi setiap ruang di sudut hati
yang telah terlahir untuk kita
lalu mengukir keindahan dunia
dan lemparkan batu karang yang sempat
membuat kita tergelincir
pada gigir sunyi entah akibat dusta
atau kebohongan yang tercipta
karena sebenarnya kita ingin suci
dari rahim malam
yang terlahir untuk bersama

(pejamkan mata dan tatap siluet senja
sebab di sana aku berdiri menatapmu
dalam degup rindu yang terus memburu
ingin membuncah dengan segumpal darah di dada
mengokang kalimat dalam doa: wahai, tangan
yang mampu wujudkan mimpi, jadikanlah nyata,
maka jadilah)

Jakarta, agust’06

Wednesday, April 26, 2006

skenario rindu [i]

katakan kepadaku bahwa gerimis akan berhenti menyirami taman impian yang tumbuh di kepala kita. burungburung berkicau riang memecah kesunyian pagi yang tetap saja diam, tersebab awan hitam merambat di sebagian wajah matahari. tempat kita bertemu saat musim semi masih sendiri. rindu: katakanlah bahwa aku akan bertemu dengan sekumpulan angin yang siap memeluk kesunyian. berbagi cinta kepadaku yang menantikan sebuah keajaiban. sementara keinginan selalu saja lindap di hatinya tanpa bisa aku raih walau ratusan malam telah terlampaui bersama jalanjalan sunyi. di samping pemakaman rasa sayang yang hilang di telan bumi. dan taman impian itu, tak pernah lagi tumbuh di kepala. sebelum singgah sejenak dalam ruasruas hati yang telah membeku, tersenyumlah ketika rindu kita digiring pada sebuah pertikaian yang siap menghancurkan sebuah dinding penghalang pada episode perjumpaan. kasihku, inilah skenario rindu yang pernah dijanjikan. dalam pertemuan ke tiga di awal bulan november setahun lalu. kau dan aku berjanji akan bersama membelah lautan dan kita bangun sebuah taman impian. kasihku, semua tak lagi tumbuh seperti keinginan itu. kita hanya ingin menjadi nyata. ini adalah skenario rindu, karena kita tak pernah paham dengan sebuah perjanjian.

bekasi, 190306

skenario rindu [ii]

selalu kau sentuh rindu di antara malam yang pendar di hati, di tepi jalan, di bawah pohonan, tempat kita merangkai kata dalam puisi yang semakin tua. sayangku, katakanlah kepada bunga yang pernah tumbuh di hatimu, bahwa aku hanya sebuah patung sebagai penjaga arca cinta yang kita pahat dalam ukiran sunyi malam itu. entah kebohongan apa lagi yang membuat taman kita enggan untuk bersemi. biar musim terus berganti, kau dan aku tak pernah bisa bercocok tanam, atau sekedar menyemai cinta dalam setiap jengkal keinginan yang kita satukan bersama. sayangku, katakanlah kepada bunga yang pernah tumbuh di hatimu, bahwa hanya aku, lelaki yang pernah menjadi arca batu, dalam geriap cinta yang bergulir di dinding kamar, di atas atap, di bawah ranjang, dan di setiap kamar yang dindingnya berwarna merah. jangan kau katakan: aku tak sempat bertemu sebuah senyum dalam janjimu. malam minggu hanya sebatas hari yang berlalu. semua hilang dan hanya sekedar menyapa waktu yang terus saja melompat meninggalkan arca batu, itu adalah aku. sayangku, katakanlah kepada bungabunga yang pernah tumbuh di hatimu: arca batu itu kini tak lagi ragu untuk membawamu pergi. bersama cinta yang kita pahat dalam ukiran sunyi malam itu.

bekasi, 190306


skenario rindu [iii]

lewat hati aku menatap langit di atas kepala. melihat sebuah kejujuran, dalam penantian, dan rindu, tentu saja tetap ada di situ. lalu langit tertutup awan menghitam, sehitam kisah yang pernah kau ceritakan. sejujurnya jangan kau katakan semua itu jika hanya untuk menepis rindu yang terus saja mencumbu hatimu. jika kau mampu untuk mengerti tentang ketulusan itu. aku pun akan tetap berharap suatu hari nanti kita bertemu. lalu diskusikan kembali sebuah ketulusan yang pernah terlintas dalam pesan elektronik di ponselmu. bila rasa rindu menyatukan seberkas rasa di hati, dan menyatukan janji yang terekam di kepala. aku akan membawamu ke sini, pada sebuah rumah mungil yang diwariskan alam kepadaku, dan kita akan memulainya dengan lukisan. sebuah halaman yang dipenuhi celoteh anakanak kecil.

bekasi, 190306

skenario rindu [iv]

bersama hujan yang turun pagi ini aku berbisik di layar komputer. berkisah tentang resah yang selalu saja singgah. menahan keinginan dalam sebuah perjumpaan. seperti menahan bom waktu. sesekali meledakledak dan melepaskan pecahanpecahan mortir rasa sayang. berkepingkeping dan berserakan di setiap detik jam yang berputar meninggalkan kita. ini bukan hayalan lelaki dungu dalam dongeng atau sinetron melankolis yang bertaburan setiap hari di televisi. sebatas kejujuran dalam hati, dan aku tak akan pernah lagi memendam keinginan untuk membuktikan bahwa taman impian yang kita lukis di kepala suatu saat akan bersemi. tentu saja saat itu hujan turun membasahi setiap helai rindu yang mulai tumbuh dan menghijau.

bekasi, 230306

skenario rindu [v]

kita pernah satukan nafas yang terengah pada sebuah daun dan rerimbun pohonan akasia di sebuah hutan, gelapgulita saat kita mengucapkan sebuah kata dalam janji. ah, itu hanya hayalan dan sebuah lukisan mimpi yang pernah kita gores dalam keinginan dan harapan yang tak pernah terwujud. senyummu beku saat udara dingin memeluk kita di sebuah rumah mungil tempat kita menyemai sunyi. dan kita tak pernah menduga, kesunyian itu tumbuh begitu suburnya memenuhi halaman, bahkan dinding rumah kita di penuhi guguran sunyi yang telah mengering. lalu kita memungutnya satupersatu, dan mengumpulkannya dalam sebuah keranjang yang pernah kita anyam dalam keheningan: ini adalah sisa cinta kita, sayangku. airmata kita meluncur begitu deras saat perpisahan menyiksa pertemuan yang belum pernah terjadi. dan kita selalu saja menghujani hari dengan katakata dalam rangkaian puisi rindu. hingga nafas kita samasama beku.

bekasi, 120406

aku ingin melupakanmu

kita harus berpisah selepas tengah malam dan melupakan beberapa bagian cerita yang pernah ada agar kita samasama tahu dan mengerti bahwa khilaf akan selalu ada setiap waktu. aku pernah melakukan itu beberapa waktu yang lalu, sebuah kesalahan, meluncur deras dalam hening malam sebulan yang lalu, kubenamkan peluh rindu ini pada tangis yang bersemi di matamu, dan aku tetap saja tak pernah tahu, selalu ingin membuatmu menangis, padahal telah lama aku ingin melupakanmu.

bekasi, 240406

Sunday, January 15, 2006

mampukah kita satukan janji

bertahan sejenak kita membaca hari selewat malam
setiap kata yang mengalir dalam diskusi tengahmalam, hingga pagi menjelang
masih mampu untuk membuat kita bertahan, sekedar jujur
menegakkan harapan yang samasama kita nantikan

harihari gugur memenuhi catatan harian kisah kita
setiap perjumpaan semu selalu dijadikan tanda
bahwa perjumpaan bukanlah jawab dari semua rasa rindu
maka suatu saat akan terlahir sebuah kisah yang suci

minggu lalu kita masih membuat janji
lalu kau kumur sebuah catatan yang belum terpenuhi
selepas jeda penantian yang tak terjawab kau muntahkan kembali
karena rindu tiada tertuju kepadamu walau sebentar
pun catatancatatan yang pernah kita satukan jadi kenangan
semuanya berserakan dalam ingataningatan terpendam

ah…mampukah kita kembali menyatukan janji
di hari yang sama serta waktu yang serupa
agar kita tidak hanya membuat catatan di setiap lembar
bukubuku harian dan arsiparsip percintaan
agar tanggal yang pernah kita nantikan tak lagi gugur
dan musnah bersama penantian panjang

jakarta, 31122005

kembang kertas untukmu

kembang kertas untukmu akan abadi
biarpun ia terbang bebas
dengan batas yang tak berbekas menapak jarak melewati usia
mengukur waktu dalam lautan syahdu
melewati keheningan malam panjang sampai pagi menjelang

lalu kau kumpulkan waktu, hingga menyatu
tanpa goresan luka harihari berlalu
bersama harapan yang tetap setia untuk menunggu
dan lompatanlompatan hari yang pasti berakhir

pernahkah kau bertemu makna hidup
di antara bulirbulir hari yang berpindah dalam kalender
di dinding kamar atau di meja kerja
adakah kau lihat, betapa hidup adalah perputaran waktu
sampai akhir menjemput

di batas detak usia yang pasti berakhir
bentangkanlah citacita dan harapan di jagad masadepan
karena hidup penuh misteri
tak terungkap di bumi yang penuh fatamorgana

jakarta, 28122005

Sunday, December 25, 2005

kata-kata seperti air mengalir

kata-kata seperti air mengalir sampai akhir tak akan habis membasahi lidah memenuhi kepala bersesak-sesak dan penuh berjejal dalam ingatan-ingatan yang enggan untuk dilupakan semisal itu nyata bukanlah kata-kata tanpa makna namun puisi penuh arti semakin penuh saat kata-kata meluncur bebas dari kepala hingga terucap lewat basahnya lidah dan penuh makna mengartikan keinginan-keinginan yang selalu membuncah selewat ingatan melupakan beberapa kisah dalam catatan-catatan dan lipatan-lipatan waktu yang selalu menunggu ungkapkan arti membangun kata-kata dalam makna

Tuesday, November 22, 2005

sepasang malaikat

sepasang malaikat bersekongkol untuk mencabut nyawa. entah siapa yang akan menemui kematian tengah malam nanti. sepasang malaikat bertemu di sebuah surau, mereka sepakat mencabut nyawaku.

jkt.17nov05

anak kecil dengan langkah mungil

anak kecil dengan langkahnya yang mungil mencoba ukir doa dalam damai sore tadi. kerudung putih membuat langkahnya terasa berarti, padahal hidup masih jauh, dengan langkah yang kecil tak pernah terbayangkan masa depan begitu kejam. anak kecil dengan langkahnya yang mungil tetap bernyanyi tembang dalam doa suci untuk sekedar melepas kepenatan, sore tadi.

jkt.17nov05

sejenak terdiam

segenaprasa kubiarkan mengalir sampai merambat pada tebingtebing yang memagari butiran gelisahku, semakin lama resah kita menyatu dalam keinginan nyata diloronglorong hati. semua karenaNya

jkt.19nov05

sesunyimalam saat kau tuliskan hatimu untukku

sesunyimalam saat kau tuliskan hatimu untukku, di sini kejujuran tiada sirna walau jarak menghalangi perjumpaan. tidakkah semuanya telah lepas hingga berwujud dalam rangkaian kata?

jkt.19nov05

aku bertemu kebosanan yang damai

kebosanan selalu membawa pikiran melayanglayang
seperti ingin akhiri perjalanan
sedang harapan tak pernah sampai di sini
untuk sekedar menenangkan penantian
atau keinginan yang belum berwujud saat ini
karena terjatuh dalam lompatan keinginan yang tak sampai
hanyalah sebuah kenyataan hidup agar
jalan menuju kedamaian lebih bermakna.

jkt.17nov05

aku ingin kau tahu

maukah kau merasakan betapa angin telah membawa anganku entah ke mana. aku sendiri masih mencari sebuah batas yang menghalangi langkah ini, jika semua jadi nyata aku ingin kau tahu.

jkt.14nov05

sebuah kata masih tertunda

sebuah kata masih tertunda
dan anganku ingin bergantung
di atas ranting, di daun kering
menggapai harap selalu tak pernah sampai
di pinggir meja, ke sandaran kursi, selalu saja kutunggu
kebisuan selalu tak mampu menepis
bayangbayangmu

pesanku sungguh tak mampu kusampaikan segera
secepat meteor jatuh menabrak tangismu
airmata yang sama kulihat mengalir
enggan jika hanya dijadikan pelengkap
sementara kaki kita melangkah entah kemana
sampai berkarat, pun kering peluh ini menanti
jika samasama diam takkan ada jawaban

entahlah, semua akan kubiar lepas
melayang dibawa debu jalan
karena aku belum sempat berkata
lewat hati
juga rasa yang selalu berharap

apakah salah jika menahan sejenak
untuk meyakinkan kegamangan yang semakin menjadi
melewati setiap lipatan waktu selalu saja kuhitung jarak yang tercecer
di jauhnya kenyataan
sampai permohonan yang samasama kita harapkan akan terjadi
dan enggan tinggalkan kita

bandar lampung.31okt05

pertemuan yang tak pernah direncanakan

pertemuan yang tak pernah direncanakan itu terjadi
bola mata kita saling bertemu di stasiun terakhir
meninggalkan sebuah kenangan yang tak mungkin
dapat terlupakan

ketika rasa di hati menarik batas demi kata bebas
kita masih samasama tanpa keyakinan
semuanya jelas terbentang di matamu
dan mataku
kita saling bersitatap tajam
seperti hendak membungkam angin yang berguguran
dalam sebuah penantian panjang setiap malam

katakanlah keinginan lebih dari segala suka dan duka
jika kita tak mampu saling mengisi, lalu siapa?

lihatlah langit, mengucap janji bahwa bumi akan berakhir
akankah sampai langit runtuh
kita akan mengakui semuanya
bisakah kita samasama bebaskan keinginan yang selalu tertunda
atau paksakan membuncah dari sanubari yang selalu tertekan
biarkan rasa ini mengalir seiring penantian
kita pasti akan merasakan bersama
hingga janji di batas langit tetap ada
hadir di sini.

bandar lampung.31okt05

Thursday, November 10, 2005

kita harus perbaiki semuanya

karena doa tak hanya sebatas katakata tanpa makna
kita harus samasama merasakan
berlembarlembar ungkapan yang pernah mengganjal
biarlah terbentang untuk sebuah kejujuran

di sudut matamu aku ingin selesaikan pertanyaan yang selalu membayang
untuk sekedar menata kembali puingpuing tawa yang pernah terceraiberai
karena kesalahan yang entah siapa memulai

airmata selalu kita jadikan alasan untuk ungkapkan kesedihan, pun keresahan
yang tak pernah habis selalu saja singgah di hati, terlalu kuat mencengkeram rasa ini
hingga kau dan aku tak pernah bisa mengakui dengan katakata yang lebih jujur

saat aku berbisik, ingin rasanya kupetik setiap tanggal yang berlalu
agar berhenti sejenak untuk mengulang memori yang terluka
dan kita pun bisa perbaiki serpihan rasa yang dulu samasama kita janjikan

bdl11nov2005